Nakhoda Kapal Pecah
#IAK
#IAK
Yusriza seorang lelaki mata keranjang yang tak punya uang memandangi foto artis cantik kaya raya istri seorang pengusaha gurita, Ardi Bek Kiri, di sebuah majalah infotainment. Siapa yang tak kenal artis yang tak bisa mengupas buah pisang, Nia Oramandi? Body sexy, tubuh wangi, perawatan salon tingkat internasional, dengan uang belanja per hari 100 juta dan biaya perawatan tubuh dan wajah sebesar 500 juta/bulan di negara Afganrosa. Yusriza sampai mengeluarkan air liur memandangi foto artis cantik nan seksi itu.
Ia lalu membandingkan Nia Oramandi dengan istrinya di rumah. Puna, wanita yang sudah 10 tahun menjadi istrinya. Yang hanya berbedak dan bergincu saat 'kondangan'. Ketika gadis, ia termasuk kembang desa. Wajah putih bersih, wangi, terawat, segala kebutuhan dipenuhi kedua orang tua.
Nahas, bertemu pria miskin pemalas. Terlanjur cinta, ia menerima lamaran pria tersebut. Keadaan berubah drastis. Jangankan merawat wajah minimal menggunakan masker wajah, berbedak dan menyisir rambut pun tak sempat. Ia yang sewaktu gadis diperlakukan bak ratu, kini justru berlaku layaknya babu. Bangun pagi, membuat sarapan, mengurus dapur dan rumah. Untuk memenuhi uang dapur yang tak cukup dari suami, ia terpaksa kerja serabutan. Mulai dari buruh cuci, buruh tani ... apa pun yang bisa dilakukan demi membantu suami mencari nafkah.
Cerpen Nakhoda Kapal Pecah
Suaminya, Yusriza, tak mau tahu jika uang dapur habis. Tak peduli dengan kerepotan Puna mengurus rumah dan anak-anak. Yang dia tahu, istri wajib melayani suami ... mengenyangkan perutnya, menyenangkan bawah perutnya, hingga membantunya mencari nafkah.
Usia Puna yang 35 tahun tampak seperti usia 46 tahun. Yusriza kecewa. Ia menginginkan istrinya tampil cantik, bersih, dan wangi saat ia berada di rumah.
"Na, beli parfum sana. Biar wangi!" protesnya satu hari.
"Bang, minyak goreng kita habis. Nggak mungkin aku beli parfum. Kubelikan aja minyak goreng, Bang." Yang ada, tubuh Puna beraroma minyak goreng setelah seharian menggoreng keripik pisang untuk dijual.
Yusriza tak lagi bergairah melihat istrinya itu. Belum lagi, masakannya seringkali keasinan atau malah tak memiliki rasa.
"Makanan apa ini, Na?" keluhnya setiap kali Puna kurang atau lebih memasukkan garam.
"Ma'af, Bang. Waktu masak sambil nyuci tadi. Sambil ngasih makan si bungsu juga."
"Istri apa kamu ini? Nggak becus!" Yusriza membanting piring hingga pecah berantakan mengotori lantai. Dengan cepat Puna membesihkan pecahan piring, khawatir terpijak oleh anak-anak. Puna tak pernah mengeluh memiliki suami seperti Yusriza. Baginya, suami adalah pintu surga.
Yusriza menghela napas berat. Ia menyesal memiliki istri yang tak pandai merawat diri dan membahagiakanny a.
"Za." Tiba-tiba saja seseorang menepuk pundak dan membuyarkan lamunannya.
"Ya, Bos." Ternyata bos di tempat kerjanya.
"Buruan kamu pergi ke alamat ini! Biasa. Sedot WC."
"Siap, Bos!"
END
